Type Here to Get Search Results !

Tiga Di Mensi Perang Minang, Bugis Dan Melayu Dalam Syair Perang Siak



Editor: Boy Paskand

Perseteruan minangkabau, melayu, bugis membagi kuasa siak , batubara yg di rajai raja kecik didukung minangkabau melawan johor di dukung melayu dan selangor kelang linggi di dudukung bugis.

Kejayaan Raja Kecik menaklukkan Johor bukanlah kejayaan yang diperoleh dengan mudah walaupun catatan-catatan yang mengisahkan pertempuran di Panchor menggambarkan Raja Kecik tidak mendapatkan perlawanan yang berarti. Psi-war yang dilancarkan jauh sebelum serangan fisik dilakukan membuat kekuatan tempur Johor melemah. Kemampuan membaca kondisi dalaman Kerajaan Johor yang rapuh karena pola kepemimpinan Sultan Abdul Jalil yang lemah serta dominasi Raja Muda Tun Mahmud dalam pemerintahan yang meresahkan pembesar lain menjadi keuntungan yang luar biasa bagi Raja Kecik. Kekecewaan Orang laut atas mangkatnya Sultan Mahmud dan masih ada pembesar Johor yang belum menerima keturunan Bendahara menjadi sultan dimanfaatkan Raja Kecik dengan menyebarkan berbagai kabar angin yang menyebabkan keresahan di kalangan orang-orang Johor.

Baca juga:
Keberanian Tuanku Buo, Pahlawan Perang 'Tuak' Dalam Perang Paderi Di Minangkabau

Setelah beberapa bulan berada di Johor, Raja Kecik kembali Siak dan berdiam sementara di Pulau Guntung. Dari Pulau Guntung, Raja Kecil mengarahkan pengikutnya untuk meningkatkan gangguan terhadap kapal-kapal yang berlayar di Selat Melaka sebagai balasan terhadap tindakan Belanda yang membantu Bugis menentang orang Minangkabau.


Setelah mendapatkan informasi bahwa Raja Kecik telah kembali ke Siak, pada bulan Juli 1718, Tun Abdullah (mantan Bendahara Johor) dan Daeng Marewah ke Bengkalis dari Muar. Dari Bengkalis Daeng Marewah mengirim utusan kepada Raja Kecik untuk menyampaikan pesan yaitu: Apabila Raja Kecik ingin berdamai dengan orang Bugis, maka hendaklah memulihkan kembali Kerajaan Johor dan menerima serta mendukung Sultan Abdul Jalil IV dan Tun Abdullah kembali menjadi Bendahara. Jika Raja Kecik tidak menerima syarat-syarat ini, maka Daeang Marewah akan memerangi Raja Kecil.

Raja Kecil membalas mengirimkan utusan ke Bengkalis dan menyampaikan keinginan Raja Kecik bersahabat dengan orang-orang Bugis dan menyerahkan Tun Abdullah kepada Minangkabau. Raja Kecik akan mendukung orang-orang Bugis menaklukkan Melaka dan jika ditolak maka peranglah akibatnya. Daeng Marewah menolak permintaan ini.
Pada malam itu sebuah kapal Minangkabau yang berlayar dari Pulau Guntung ke Bengkalis telah diserang oleh orang Bugis. Orang Minangkabau dengan 30 buah kapal yang dipimpin langsung oleh Raja Kecik dan Panglima Buyung berperang dengan orang Bugis dengan 23 buah kapal dibawah pimpinan Daeng Marewah. Pertempuran sengit ini terjadi selama tiga hari. Daeng Marewah berhasil membebaskan istri dan anak-anak Sultan Abdul Jalil yang dibawa Raja Kecik di Pulau Guntung. Kemudian Tun Abdullah mengantar kembali keluarga kerajaan ini ke Johor.

Belanda mulai khawatir dengan penguasaan orang-orang Bugis di perairan Selat Melaka disamping tersiar kabar bahwa orang-orang yang mengganggu di Tanjung Jati adalah orang-orang suruhan Raja Kecik. Pada bulan September 1718, Belanda mengutus Antonii van Aldorp menemui Raja Kecik di kediaman sementaranya di Pulau Guntung. Antonii van Aldorp diterima di atas lancang. Kepada Antoni van Aldorp, Raja Kecik menyampaikan keluhan terhadap tindakan orang Bugis yang melakukan pembunuhan dan pembakaran terhadap beberapa tempat penting di sekitar Bengkalis. Raja Kecik juga menyampaikan keinginan untuk menjalin persahabatan dengan Belanda.

Pada tahun yang sama, Raja Kecik mengirimkan utusan untuk menemui pemerintah Belanda di Melaka. Ikut bersama rombongan utusan Raja Kecik ini adalah Saudagar Raja, seorang pegadang Minangkabau di Bengkalis. Upaya untuk mendapatkan dukungan dari Belanda tidak berhasil karena Belanda mengambil langkah hati-hati dalam menyikapi pertikaian antara Minangkabau, Melayu dan Bugis di rantau Selat Melaka ini.



Akibat pertikaian antara Melayu, Bugis dan Minangkabu, pada tahun 1719 Kerajaan Johor telah terpecah menjadi tiga kekuatan besar yakni Terengganu dan Pahang di bawah pemerintahan Sultan Abdul Jalil; di Siak, Bengkalis, dan Batu Bara di bawah pemerintahan Raja Kecik; dan Selangor, Kelang, dan Linggi di bawah pemerintahan Daeng Marewah dan Daeng Manompok.
Kekalahan Raja Kecik dari Bugis di Riau pada tahun tahun 1722 menyebabkan beliau harus menyingkir kembali ke Siak. Disamping diiringi oleh orang laut dari Siak dan Bengkalis (Suku Senggeren), juga diikuti oleh orang laut Suku Bentan dan Bulang.

Pada tanggal 18 Juni 1722, Raja Kecik menyurati Belanda yang menceritakan kekalahannya di Riau dan meminta Belanda melindungi Siak, Bengkalis dan kawasan Minangkabau lainnya. Gubernur van Suchtelen membalas surat tersebut dan berjanji untuk melindungi Bengkalis dan daerah sekitarnya.

Kedudukan yang tidak aman di Bengkalis akibat gangguan yang terus menerus dari Bugis dan Johor menyebabkan Raja Kecik mengambil keputusan untuk membuat negeri di tempat yang lebih terlindung di Sungai Siak. Dipilih daerah Buantan yang dianggap memenuhi kriteria dari Raja Kecik. Disamping posisinya yang lebih terlindung juga dapat mengontrol perdagangan dari pedalaman Sungai Siak seperti Kabun dan Petapahan serta daerah-daerah Minangkabau lainnya. Buantan dibuka dan dibangun menjadi tempat kedudukan Sultan Siak.

Syair Perang Siak menceritakan sebelum Raja Kecik ke Buantan, beliau memilih Bengkalis sebagai tempat bertahta. Pada saat pindah ke Buantan, sebagian pengikut Raja Kecik masih tetap tinggal di Bengkalis. Setelah Buantan dibuka dan menjadi bandar yang ramai barulah pengikut yang masih tinggal di Bengkalis diperintahkan untuk menyusul ke Buantan.

Pada tahun 1723, Raja Kecik mendirikan Kerajaan Siak yang berpusat di Buantan dan menabalkan dirinya sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Shah, gelar yang sama ketika ia menabalkan dirinya sebagai Sultan Johor.

Sumber

Bepe Media Blogs ©️ 2020 - 2023
Tags


Promo



 


Kunjungi Juga: