Type Here to Get Search Results !

SEJARAH DESTAR DENDAM TAK SUDAH (DDTS),


Oleh: Ricky Syahrul
Editor: Boy Paskand

Asal usul Destar Dendam Tak Sudah adalah dari Minangkabau. Destar Dendam Tak Sudah (DDTS) ini adalah penutup kepala untuk raja-raja Pagaruyung dan keluarganya di Minangkabau. DDTS ini merupakan symbol sejarah dan suksesi dynasty keluarga Pagaruyung sejak jaman Bukit Batu Patah.

Alm. H. Sabran Pahlawan Garang menyampaikan bahwa DDTS ini memiliki 5 bentuk lipatan kain untuk membentuknya. Kelima bentuk lipatan kain itu merupakan proses pembuatan DDTS dari selembar kain berukuran 2 x 2 hasta. Dimulai dengan menekuk kain dengan sebutan lipatan kasih dan diakhiri dengan menyempurnakan gelembung kasih yang disebutkan pada 5 bidal adat di bawah ini.

5 bidal adat destar Dendam Tak Sudah:

1. Dendam tak sudah kasih tak sampai, Duduk bermula di Bungo Setangkai.
Disimbolkan oleh Lipatan Kasih

2. Dendam tak sudah kasih berjawab, Raja bermula di Sungai Tarab.
Disimbolkan oleh Lambaian Kasih

3. Dendam tak sudah kasih terjoli, Raja dinobat berbuku tali.
Disimbolkan oleh Simpulan Kasih

4. Dendam tak sudah kasih menurun, Adat raja turun temurun.
Disimbolkan oleh Pucuk Kasih

5. Dendam tak sudah kasih meliput, Adat puti sundut bersundut.
Disimbolkan oleh Gelembung Kasih.


Bidal adat No. 1 dan 2 adalah sejarah awal dynasty Pagaruyung. Sementara Bidal No. 3, 4 dan 5 adalah pola suksesi Kerajaan Pagaruyung. Berbicara tentang sejarah awal dynasty Pagaruyung terdapat 2 nama negeri yang disebutkan, yaitu BUNGA SETANGKAI dan SUNGAI TARAB yang sampai saat ini masih ada di Minangkabau. Terlepas dari perdebatan panjang para peminat sejarah tentang asal usul kedua negeri ini, namun 2 bidal pertama menceritakan kisah berdirinya sebuah dynasty di Minangkabau sebagai pemilik sah DDTS.

Uraian tentang pola suksesi raja-raja Pagaruyung yang kelak memakai DDTS dijabarkan dengan dinamis dalam bidal No. 3, 4 dan 5. Inilah proses suksesi yang tidak kaku dan mengikuti perkembangan kekuasaan yang ada di mana terdapat 2 system hukum waris, yaitu adat rajo turun temurun (patrilineal) dan adat puti sundut bersundut (matrilineal). Perlembagaan kedua system waris ini kelak akan mendamaikan posisi dua wanita penting dalam istana, yakni TUAN GADIH, yang dalam hal ini merujuk kepada ibu raja dan isteri raja.

Source: Alm. H. Sabran Pahlawan Garang
Sumber : Ricky Syahrul


 Tinggalkan Komentar Terbaik Anda:



Promo



 


Kunjungi Juga: