Type Here to Get Search Results !

Jejak Kekalahan Majapahit di Aceh Tamiang


Oleh: Teuku Fahmi
Editor: Boy Paskand


Aceh Tamiang
- Dikisahkan Mahapatih Gajah Mada dari Majapahit bermaksud menaklukan Kerajaan Pasai untuk memenuhi sumpahnya menyatukan Nusantara. Namun karena Pasai sangat kuat pertahanannya, pasukan Gajah Mada pun mundur sejenak menyusuri Sungai Raya untuk mengatur kekuatan, mendirikan benteng di sebuah bukit di daerah pedalaman.


Baca Juga:


Bukit tempat Gajah Mada mendirikan benteng di daerah Sungai Raya itu sampai sekarang dinamakan Bukit Jawa, suatu nama tempat di Aceh yang dikaitkan dengan jejak cerita rakyat tentang Majapahit.

Dari Bukit Jawa, pasukan Majapahit melakukan serangan ke Pasai tetapi serangan-serangan itu selalu gagal dan kekalahan demi kekalahan selalu dialamai pasukan Majapahit. Dalam strategi mundur untuk kembali menyerang Pasai itulah pasukan Majapahit ini dikisahkan mendirikan benteng pertahanan di daerah dekat kerajaan Tamiang, sebuah kerajaan di sebelah timur Aceh yang merupakan taklukkan kerajaan Pasai.


Karena sulit mengalahkan Pasai, Gajah Mada mengatur strategi mencoba beraliansi dengan Tamiang agar mendapat bantuan logistik untuk menyerang kembali Pasai.

Strategi yang dipakai adalah melamar puteri raja Tamiang yang jelita untuk dikawinkan dengan raja Majapahit agar terjalin hubungan kerabat. Putri jelita tersebut bernama Potuan Putri Meuga Gema yg lebih dikenal dengan Putri Rindu Bulan yg dikabarkan akan ditunangkan dg Pangeran dari Kesultanan Peureulak.

Di samping itu Gajah Mada juga menawarkan kesanggupan Majapahit untuk membebaskan Tamiang dari penaklukkan Pasai dan diganti dengan takluk terhadap Majapahit.

Dikisahkan juga sebagai bingkisan sejumlah barang perhiasan berharga, uang serta batik dari Jawa diserahkan utusan Gajah Mada kepada Raja Tamiang.

Keesokan harinya jawaban atas lamaran Gajah Mada itu diberikan Raja Tamiang. Para utusan Majapahit itu dipersilakan masuk istana dan siap-siap di jamu di ruangan khusus. Tapi ternyata perjamuan yang diberikan justru menghina para utusan Majapahit, dimana kepada para utusan di suguhi talam berisi perhiasan permata pualam terdiri dari intan, berlian, zamrud, delima, nilam serta mutiara.

Para utusan Majapahit di suruh memakan semua perhiasan itu. Bingung dengan makna persembahan itu, salah seorang dari utusan berkata bahwa mereka tidak bisa memakan permata yang disuguhkan itu.

Raja Muda Sedia mengatakan bahwa makna simbolik dari persembahan itu adalah bahwa Tamiang tidak bisa menerima tawaran Majapahit seperti juga permata-permata itu walau menggiurkan tapi tidak bisa dimakan.

Dengan merendah Raja Muda Sedia mengatakan bahwa pinangan utusan Majapahit untuk mempersunting puteri Raja Tamiang tidak sanggup mereka terima karna Tamiang cuma kerajaan kecil sementara Majapahit kerajaan besar.

Di samping itu alasan penolakan juga disebut karena adat istiadat Majapahit berbeda dengan adat istiadat Tamiang. Raja Mudia Sedia juga menolak tawaran Majapahit untuk membebaskan Tamiang dari jajahan Pasai dan Tamiang juga menolak ajakan Majapahit untuk bersama-sama menyerang Pasai.


Baca Juga:


Menurut Raja Muda, sekalipun mereka berlindung dan membayar upeti kepada Pasai, tapi itu diberikan secara sukarela dan Pasai menerima berapapun upeti yang diberikan. Tamiang sendiri sebenarnya merdeka dan tidak dijajah oleh Pasai. Tamiang memiliki pemerintahan sendiri tanpa adanya ikut campur kerajaan Pasai.

Dan yang lebih penting lagi menurut Raja Muda, adat istiadat Pasai dengan Tamiang sama. Kepada delegasi Majapahit, Raja Muda menyampaikan salam pada Maharaja Majapahit dan para delegasi dipersilakan membawa kembali pulang segala bingkisan yang semula akan dipersembahkan kepada Raja Tamiang.

Para utusan delegasi Majapahit pulang kembali ke markas mereka di dekat Langsa, pada daerah yang sampai sekarang dinamakan Manyak Pahit dimana Gajah Mada dengan balatentaranya menunggu berita delegasi yang dikirim ke Tamiang.

Kecewa dengan kabar yang dibawa delegasi atas penolakan lamaran dan tawaran yang dilakukan Raja Tamiang, Gajah Mada dengan armada tempurnya memutuskan menyerang Tamiang.

Untuk mengantisipasi hal tersebut maka dikirimlah seorang utusan ke Kota Raja untuk meminta bantuan bala tentara dari Pasai. Sultan Pasai menyetujui mobilisasi pasukan khusus ke Tamiang yg dipimpin oleh Panglima Perang Hantom Manue yg konon kebal dr senjata apapun.

Disaat itu kapal-kapal perang Majapahit berhadap-hadapan dengan kapal-kapal perang Tamiang, maka keluarlah segala kapal-kapal perang Radja Tamiang itu dari sungai-sungai lalu menyemburkan peluru-peluru meriamnya kearah kapal-kapal musuh, demikian sebaliknya dan amuk-amukan antara kapal satu dengan kapa musuhnya terjadi dengan sangat dahsyatnya.


Ditengah sengitnya peperangan antara tentara Majapahit dan Tamiang, datanglah bala tentara khusus Pasai dg kapal-kapalnya yg dipimpin oleh Hantom Manue. Kapal-kapal Hantoem Manoe berhadapan dg kapal-kapal Gajah Mada.

Perangpun berkecamuk dengan hebatnya selama tujuh hari tujuh malam di sekitar Kuala Sungai Ijo dan Kuala besar. Dan akhirnya Gajah Mada berhasil ditikam oleh Hantom Manue dan pasukan Majapahit-pun bergerak mundur menjauhi tentara kapal-kapal Pasai dan Tamiang dan mendarat di sebuah teluk di daerah Teluk Haru (Pangkalan Susu) yang telah ditakukan Majapahit sebelumnya.

Konon tempat kalahnya pasukan Majapahit atas Tamiang melahirkan nama tempat Kuala Raja Ulak yang sampai sekarang masih terdapat di dekat Kuala Besar. Adapun kampung tempat terhadinya pertempuran di daerah Aceh Tamiang tersebut diberi nama kampung Manyak Pahit tidak jauh dari kampung Pahlawan kecamatan Karang Baru.

Bepe Media Blogs ©️ 2020 - 2023


Tinggalkan Komentar Anda:

Tags


Promo



 


Kunjungi Juga: