Type Here to Get Search Results !

Peranan Dan Fungsi ' Lapau ' Bagi Orang-Orang Minang


Oleh: Putra Figur

Pariaman Line  - Orang-Orang Minang Memang sudah di kenal dengan budaya 'Kalapau' nya. Di perantauan Penulis sering dapat pertanyaan dari orang-orang non minang yang Pernah berkunjung ke sumatera barat.

" Saya Heran dengan Orang Minang, Kenapa Sering duduk di warung ( lapau)?!, Pagi kewarung, Siang Jam istirahat Kewarung, Malamnya Sampai larut malam Kewarung. Boros, Ya?? " Tanya Salah Seorang Teman Yang Berasal Dari Pulau Jawa.

Wajar Jika Teman yang bukan etnis minang ini berkata demikian, karna jika di kalkulasikan sekilo gula lebih Murah Ketimbang 6 kali ngopi di warung.


                 Toko Abel Fatih                
      🛒  Kunjungi Toko 》》  



Akan tetapi bagi orang minang 'Kalapau' Bukan sekedar ingin ngopi dan memuaskan selera semata, namun banyak hal yang di dapat dari lapau.


Seperti yang Telah Banyak diketahui, Orang Minang yang Suka Berdiskusi, Berdialog Dan Berdebat Bahkan Musyawarah sesuai Nilai-Nilai Demokrasi yang Sudah menjadi bagian dalam Tatanan Budaya Minangkabau. Di lapau selain Tempat berkelakar dan bersenda gurau, Juga bisa menjadi wadah tempat berdiskusi, Berdialog dan Berdebat.

Politik, Wacana dan Informasi Sekitarnya sering di Informasikan dan di bahas di Lapau. Di samping itu Lapau Juga Bisa menjadi Wadah Forum Komonikasi Antar Warga sebelum Di Bawa Ke Lembaga Kerapatan Adat.


Apabila Di Telusuri lebih dalam Lagi, tampaklah betapa pentingnya 'Lapau' Bagi Orang Minang bersosialisasi dan berkomonikasi. Apalagi Ada Kebiasaan yang di budayakan di beberapa daerah di minangkabau yaitu mambawo sumando 'baru' kalapau. Biasanya yang membawa adalah adik ipar laki-laki.

Tujuannya tentu saja untuk memperkenalkan sumando yang baru nikah kepada masyarakat banyak, baik itu niniak mamak maupun sesama rang sumando yang ada di lapau.

IKLAN


Selain Itu Di Ranah Minang, ingar-bingar politik hingga isu yang sedang berkembang luas di tengah khalayak, selalu dibentangkan di tengah Lapau. Mulai dari politik lokal hingga Pilpres pun dibedah dengan beragam sudut pandang. Apalagi yang duduk di lapau berasal dari berbagai latar.


Saat ini kedudukan Lapau Memang Tak seperti dulu lagi, di era 80-an Tabu Sekali jika ada anak-anak muda tidak duduk di lapau.

Begitu lapau di Minangkabau. Seribu kasus dan informasi lokal hingga mancanegara, dibentang sambil menyeruput kopi, teh telor dan makanan ringan. Tua, muda dan remaja berbaur dalam diskusi yang kadang tak menentu. Diskusi berantai di dalam lapau biasa hingga larut malam, bahkan sampai dini hari.

Selain tempat berdiskusi, lapau juga wadah berkelakar mengusir semua kegundahan dan kepenatan usai bekerja seharian. Gelak-tawa buncah di lapau saat bermain domino atau pun bermain koa. Kondisi ini hanya dinikmati kaum lekali. Pantang bagi perempuan Minang, ikut-ikutan duduk di dalam lapau, apalagi malam hari.

Lapau wadah diskusi paling hangat di setiap sudut-sudut nagari (desa). Semua boleh mengusul, menimpali. Tidak ada standar yang boleh bicara dan yang hanya mangut di lapau. Semua bisa berdialektika, jika memang mengetahui apa yang dibahas bersama-sama. Konon, tradisi bercerita, mengungkap kabar di ruang lapau sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam. Bahkan, sebelum Belanda masuk ke daratan Sumbar.

Guru besar sejarah dari Universitas Andalas (Unand) Gusti Asnan mengatakan, sejak dulu, lapau memang tempat mengungkap berbagai kabar dan keruwetan yang sedang membuncah publik. Tidak hanya wadah diskusi untuk menyaring informasi, keberadaan lapau juga bisa disebut sebagai diseminasi hingga memproduksi informasi.


IKLAN


Profesor ilmu sejarah itu mengaku, tidak tau persis dari mana alur sejarah lapau hingga akhirnya menjadi wadah diskusi. Ia melihat, keberadaan lapau di Ranah Minang, berkaitan erat dengan kemunculan pasar di akhir abad ke-18. Saat itu, lapau hadir di pinggir-pinggir jalan setapak atau yang banyak dilalui para saudagar dan musafir, kala itu. Lantas, mereka memanfaatkan lapau sebagai tempat beristiharat hingga bercerita dengan pribumi.


“Lapau sudah hadir sejak dulu. Mungkin sebelum Belanda masuk ke daerah darek (daratan) Minangkabau,” kata Gusti kepada langgam.id yang Kami Kutip.

Sejak saat itu, lapau mulai menjadi bagian dari sistem sosial (politik dan ekonomi). Lapau menjadi lembaga yang tidak resmi untuk membangun jaringan niaga daerah pantai dan pedalaman Minangkabau atau wilayah darek. Hingga akhirnya, lapau tumbuh di setiap sudut pinggiran nagari (desa).

“Siapa saja boleh mendirikan lapau. Ya, tujuan utama awalnya untuk tempat berdagang. Awal-awalnya hanya fungsi lapau juga tempat saudagar singgah dan bermalam,” sebut pengajar di Fakultas Sejarah dan Ilmu Budaya Unand itu.

Isu terhangat hingga simpul-simpul politik pun dibangun dari lapau-lapau kecil yang berada di setiap sudut kampung. “Tim sukses setiap Pemilu, pastinya berawalnya dari lapau. Itu sudah jadi kebiasaan dan mengakar sampai hari ini,” kata Gusti Asnan.

Lapau memang bukan lembaga sosial-politik tradisional Minangkabau. Lapau hanya sebagai wadah penyalur energi yang tidak tersalurkan pada forum sosial-politik resmi. Namun, isu-isu yang berkembang dari lapau bisa menjadi sebuah kebenaran atau justru melahirkan ‘bola liar’. Hal ini tidak terlepas dari siapa menggulirkan dan menjernihkan informasi yang menggelinding.

Kemajuan zaman di era digital hingga menjamurnya mall dan mini market, tidak serta-merta meredupkan eksistensi lapau. Sampai detik ini, lapau masih tumbuh subur di setiap sudut nagari (desa) di Ranah Minang.

Diskusi lapau tidak mengenal pangkat dan jabatan. Pengangguran, tukang becak, guru mengaji, pegawai, anggota DPRD hingga Bupati pun ‘setara’ di dalam lapau. Cilotehnya bebas. Mayoritas, isu yang terbentang di tengah lapau lahirnya spontanitas. Temanya tidak terjadwal seperti panggung talk show media televisi. Namun, setiap informasi yang dikupas, dipastikan update dan terbaru.

ADS


“Ciri lapau itu begitu. Topiknya spontan. Bisa berubah-rubah. Tergantung siapa yang menggiring paling vokal,” kata Gusti Asnan.

Tersebab itu juga, lapau menjadi media yang begitu penting dalam penyebarluasan informasi. Bahkan, keberadaan lapau juga dianggap sebagai wadah ‘kekuatan’ politik. “Filosofi ota lapau itu bebas, cair dan dinamis. Tidak ada intimidasi dalam diskusi lapau. Semua boleh berpendapat tentang apa yang dipahaminya terhadap topik yang dibahas,” katanya.

Lantas, di era informasi secepat cahaya, mampukah lapau menjadi salah satu wadah penetralisir berita bohong atau hoaks yang disebar pihak tak bertanggung jawab? Jawabannya, tentu sangat bisa. Sebab, sebelum hoaks muncul ke permukaan kalangan millenial, lapau jauh-jauh hari telah memagari dari kabar tersebut. Cerita lapau sangat selektif. Sebab, semua dibentangkan lurus dengan semua sudut pandang.

Lapau menjadi wadah penyaring informasi bagi masyarakat Sumbar. Kondisi ini telah berlangsung lama. Bahkan, sebelum sinyal telepon, apalagi internet menyeruak ke daerah-daerah terisolir. Dengan begitu, lapau termasuk sentra informasi di Minangkabau untuk menangkis dan bahkan membunuh bibit-bibit berita bohong.

“Tidak hanya hoaks, ota lapau dijadikan cikal bakal untuk melakukan sebuah agenda besar. Meski diskusinya cair, tetap ada seleksi dalam setiap bahasan ota lapau,” terangnya.

Moderator: Boy Paskand
Referensi: Langgam.ID

Promo

🛒 DISH mini K-Vision ☆ COD

☆Harga: Rp. 250.000 - COD Area Kota Pariaman Dan Kab. Padang Pariaman - Sumbar. Harga Belum Termasuk Pemasangan/Instalasi Di tempat Anda.

☆Pruduk: Baru

Dalam Item Sudah Termasuk Kabel 15 meter, Lnb KU, Dish Plate Dan Biaya Pengiriman, Namun belum termasuk Biaya Operasional Pemasangan Di tempat Anda.

Hanya berlaku Dalam Area Kota Pariaman & Kab. Padang Pariaman - Sumbar.

Tags


Promo



 


Kunjungi Juga: