Type Here to Get Search Results !

Tradisi Bajapuik Bukan Babali Pada Proses Pernikahan Di pariaman

Oleh: Boy Paskand


Ky. Marantiang, Limpato - adat Bajapuik (Jemput) telah menjadi ciri khas atau jati diri masyarakat Pariaman. Bajapuik dipandang sebagai suatu kewajiban dimana pihak keluarga dari keluarga perempuan memberi sejumlah uang atau benda berharga yang telah disepakati bersama kepada pihak laki-laki (calon suami) sebelum akad nikah dilangsungkan.

Warisan anduang puyang atau nenek moyang ini akan terus diterapkan secara turun-temurun kepada anak dan cucu. Harapannya, adat ini tetap lestari dan tidak luntur tergerus zaman. Seperti pepatah minang "tak lakang dek paneh tak lapuak dek hujan, di cabuik indak mati, di asak indaknyo layua".

Baca Juga: PERANAN 'BAKO JO ANAK PISANG ' DALAM TRADISI & BUDAYA MINANGKABAU

Tradisi uang japuik di pariaman kadangkala menjadi pandangan aneh bagi orang non pariaman, bahkan saat ini banyak ocehan yg sifatnya sedikit agak menyeleweng seperti kata-kata " laki-laki pariaman babali". Hal ini tentu saja bagi laki-laki pariaman yg tahu maknanya agak tersinggung, karna kata yg cocok bagi "di beli" hanya untuk barang dan hewan, dan seolah di pariaman ada jual beli laki-laki.

Tradisi ‘Menjemput’ Lelaki, Bukan ‘Membeli’ Lelaki

Foto: Hermanto Okamara

Sebagaimana diketahui, masyarakat Minangkabau menganut sistem kekerabatan matrilineal, yakni alur garis keturunan berasal dari pihak ibu, memuliakan ibu dan wanita sebagai sumber kehidupan. Anak perempuan akan menerima seluruh harta warisan, baik tanah, rumah gadang, dan lainnya. Sementara anak lelaki tidak mempunyai hak atas harta warisan.

Bahkan, seorang lelaki yang telah menikah akan menjalani peran sebagai urang sumando. Urang sumando berarti sang suami akan bermukim secara menumpang seperti tamu di rumah istrinya. Meski dalam adat Minang posisi ini bak abu di ateh tunggua atau posisinya lemah, tetapi keluarga istri dan sang istri tetap sangat menghormatinya.

Oleh karena itu, pihak perempuan bersama keluarganya akan menjemput pihak lelaki. Saat momen penjemputan, keluarga perempuan harus berbesar hati menyerahkan sejumlah harta uang japuik kepada pihak lelaki. Kebanyakan mengira bahwa uang japuik untuk ‘membeli’ tetapi sebenarnya lebih tepat disebut ‘menjemput’ lelaki.

Terinspirasi Kisah Rasulullah SAW dan Siti Khadijah

Foto: Hermanto Okamara

Kabarnya, tradisi bajapuik bermula saat Pariaman menjadi daerah pertama di Sumatera Barat yang menerima kehadiran ajaran agama Islam. Maka tak heran bila adat Minangkabau banyak bersumber dari kitab Al-Qur’an. Pepatah Minang bertutur, adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah yang berarti seluruh adat Minang bersendikan syariat Islam.

Jadi, tradisi masyarakat Pariaman ini terinspirasi dari kisah pernikahan Rasulullah SAW dengan Siti Khadijah. Saat itu, Khadijah memberikan sejumlah hartanya kepada Rasulullah untuk menghormati dan mengangkat derajat beliau.

Selama ini, ada sedikit kesalahpahaman akan tradisi bajapuik karena sebutan ‘membeli’ lelaki. Padahal, tradisi ini tidak ada maksud merendahkan atau membeli seseorang. Justru, uang japuik telah menjadi budaya masyarakat Pariaman dalam memuliakan atau meninggikan derajat mempelai lelaki.

Tradisi ini menyimpan makna mendalam, pihak perempuan menghargai keluarga pihak lelaki yang telah melahirkan, merawat, dan mendidik sang lelaki karena sebentar lagi ia akan menikah dan meninggalkan rumah. Pasalnya, seorang lelaki biasanya menjadi tumpuan harapan dari keluarganya. Saat menikah, ia harus beralih menjadi tumpuan harapan keluarga perempuan.

Untuk lengkapnya silahkan simak video di bawah


Foto: Hermanto Okamara

(Dokumen Pernikahan Ananda dari ibu Nurbaiti, ky. Maranting, limpato 7 koto seisarik. 7 mei 2023).


Tinggalkan Komentar Terbaik Anda:



Promo



 


Kunjungi Juga: